Pahlawan(ku) Dulu, Kini dan Nanti
Peringatan 10 November pada tahun ini sebagai hari pahlawan, rasanya tidak jauh berbeda dengan perayaan dan peringatan pada tahun-tahun sebelumnya. Beberapa kegiatan acara/event ceremonial yang diselenggarakan, ya begitu-begitu saja. Sebut saja misalkan upacara bendera, ataupun kegiatan ziarah nasional (tabur bunga) di makam pahlawan yang diantaranya kebanyakan dilakukan oleh institusi formal (instansi pemerintahan – kedinasan).
Di luar itu, baik dalam ruang lingkup yang lebih umum (publik), ataupun secara lebih khusus (personal), peringatan hari pahlawan tidak lebih dari sekadar momentum peringatan biasa saja, tanpa ada sebuah penggalian makna ataupun penghayatan mendalam atas refleksi nyata dari apa yang sebenarnya telah dilakukan, diperjuangkan dan dikorbankan oleh para pahlawan terdahulu.
Secara historis peringatan 10 November sebagai hari pahlawan tidak terlepas dari sebuah peristiwa heroik yang terjadi di kota Surabaya. Di mana pada masa itu terjadi pertempuran yang cukup dahsyat antara arek – arek suroboyo dengan tentara AFNEI (Inggris) yang diboncengi NICA (Belanda).
Dari berbagai referensi, setidaknya ada 6.000 –16 000 pejuang negeri ini gugur dan setidaknya 200.000 masyarakt sipil mengungsi akibat pertempuran berdarah tersebut. Peristiwa ini merupakan pertempuran pertama yang terjadi dengan pasukan asing (kolonial) setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Melalui momentum ini pula semangat dan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah (kolonialisme) dan mempertahankan kemerdekaan menjadi semakin solid dan masif.
Pasca 72 tahun peristiwa tersebut terjadi, Indonesia tentunya telah terlepas dari belenggu penjajahan kolonial, yang tentunya pula di depan mata (sekarang), tidak lagi dihadapkan dengan pertempuran senjata, pertaruhan nyawa ataupun peristiwa berdarah lainnya.
Rezim pahlawan terdahulu telah usai seiring perjalanan waktu. Namun, nilai dan fanatisme terhadap semangat kepahlawan tetap harus menjadi teladan dan panutan.
Arti kata pahlawan, yang dari bahasa sansekerta (phala-wan) memiliki arti sebagai orang menghasilkan buah (phala) bagi bangsa dan negara. Sifat dan karakter yang identik dengan sikap kesetiaan, pengorbanan, pengabdian yang besar, tetaplah harus menjadi karakter yang harus disemaikan hingga ke generasi mendatang.
Namun persoalan mendasar yang dihadapi kini, di tengah era globalisasi, keterbukaan dan kebebasan ialah merosotnya nilai dan semangat kepahlawanan serta memudarnya karakter kebangsaan (nasionalisme). Atau dengan kata lain dapat dikatakan terjadinya krisis nilai kepahlawanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sikap apatis, individualistis serta orientasi terhadap hal-hal matrealism (hedonistik) lebih terasa ke permukaan, dibandingkan karakter, nilai serta semangat kepahlawanan dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal inipun juga diperkuat dengan survei yang pernah dirilis oleh PraPancha Research (PR), yang memperlihatkan bahwa adanya pergeseran makna terhadap arti pahlawan pada masa kini.
Hasil riset terhadap 4 (empat) juta perbincangan tentang pahlawan dan kepahlawanan di media sosial, memperlihatkan bahwa pahlawan pada masa kini adalah sosok pahlawan yang dikaitkan dengan tindakan ‘orang-orang biasa’, tapi sangat berarti bagi semua (liputan6.com, 2016).
Sebagian besar responden tidak lagi mengenali kisah perjuangan dan nilai-nilai luhur yang telah ditunjukan oleh sosok semacam Bung Tomo, Sudirman, Pattimura, Diponegoro, Antasari, Ki Hajar Dewantara, Kartini, Fatmawati, Soekarno, Moh. Hatta, Moh. Natsir, Sutan Syahrir, serta pahlawan nasional lainnya. Tentu inilah ironi masyarakat masa kini.
Terlepas dari realitas kekinian yang dihadapi, poin penting yang tetap harus dijaga ialah jangan pernah untuk melupakan jasa dan perjuangan dari para pahlawan masa lalu dan selalu menjadikan tradisi yang menempatkan memori kepahlawanan masa lalu, dalam ingatan (memori) masa kini dan masa mendatang.
Tentu perlu diingat sebuah adagium klasik yang menyatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya dan bangsa tanpa pahlawan sama artinya bangsa yang tak memiliki sebuah kebanggaan. Lantas, jika sebuah bangsa tidak memiliki tokoh yang bisa dibanggakan, maka bangsa itu adalah bangsa yang tak memiliki harga diri. Bahkan bisa menjadi sebuah bangsa kelas teri, yang diremehkan oleh bangsa – bangsa lain. Oleh karenanya sudah sepantasnya setiap bangsa memiliki tokoh yang disebut pahlawan.
Selanjutnya, adapun realitas yang juga tidak dapat dihindari dalam konteks kekiniaan ialah minimnya tokoh bangsa yang dapat membahasakan nilai-nilai ketokohan dari pahlawan masa lalu, kepada masyarakat saat ini. Dalam konteks makro, tokoh (bangsa) yang hadir saat ini, belum dapat memperlihatkan sikap dan sifat ‘negarawan’ yang sejatinya merupakan reaktualisasi dan rekontekstualisasi dari nilai kepahlawanan masa kini.
Tokoh (bangsa) yang hadir saat ini lebih menitikberatkan pada bentuk pencitraan daripada pengabdian, lebih mementingkan aspek privat daripada kemaslahatan (masyarakat), ataupun lebih berat kepada kepentingan komunitas dan golongan daripada kebutuhan masyarakat. Beberapa hal inilah yang senyatanya hadir dan dirasakan oleh masyarakat. Dan oleh karenanya, sangat sulit menemukan karakter kepahlawanan pada tokoh bangsa saat ini.
Selanjutnya, tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja proses yang telah berjalan saat ini, catatan ke depan yang menjadi pekerjaan rumah untuk semua stakeholder terkait ialah menciptakan generasi mendatang dengan karakter dan etos kepahlawanan, sehingga menjadi pahlawan di masa mendatang.
Generasi mendatang, perlu dihadirkan sebuah konsep atau makna baru dari semangat kepahlawanan yang disesuaikan dengan kontekstualitas perkembangan zaman agar dapat menstimulate fanatisme kepahlawanan, dengan tetap meneladani sikap dan nilai-nilai perjuangan pahlawan pada masa lalu, agar dapat diaplikasikan pada masa mendatang.
Sebagai catatan penutup, selain dari menghayati dan memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pahlawan pada masa lalu, dengan meneladani nilai dan karakter kepahlawanan. Dan juga dengan mempersiapkan sebaik dan sedini mungkin generasi mendatang agar memiliki fanatisme terhadap sikap dan semangat kepahlawanan, dalam konteks yang real, tak lupa juga untuk memberikan apresiasi terhadap pahlawan masa kini yang tengah berjuang di manapun, khususnya di daerah terpencil, wilayah pedalaman ataupun area yang terisolir.
Selamat hari pahlawan, semoga para pahlawan(ku) terdahulu yang telah gugur, selalu mendapatkan kemuliaan dan tempat yang terbaik di sisi-nya. Amien.
The post Pahlawan(ku) Dulu, Kini dan Nanti appeared first on Mahasiswariau.com.
0 Response to "Pahlawan(ku) Dulu, Kini dan Nanti"
Posting Komentar