-->

Menggrebek Suami yang Suka KDRT Itu Lebih Heroik Dari Goku

Kata itu yang pertama kali terlintas di kepala saya saat melihat video pasangan muda-mudi yang dituduh mesum oleh warga. Di dalam video, pakaian si perempuan dibuka paksa. Saya hanya tahan menonton beberapa detik. Saya sebal bukan main. Andai saya Goku, sudah saya kame-kameha itu orang-orang.



Saya tak berani menonton sampai habis, tak tega lihat orang dipersekusi seperti itu. Saya membayangkan adik atau kawan perempuan saya dipaksa telanjang macam di video. Kalian pasti berpikir sama (itu kalau kalian punya otak ya).


Rupanya, pasangan tadi tak terbukti berbuat mesum. Brengseknya lagi, mereka (penggrebek) mengajak warga melakukan swafoto dengan pasangan tertuduh yang suah telanjang tadi. Esokya, provokator dan beberapa orang yang terlibat lantas ditahan polisi. Kalau sudah begini, saya bisa senang sekali bilang mmpz!



Rasakan! mengaku sajalah, kalian itu bukan menghukum, kalian itu cuma mesum dan merasa punya kuasa bisa memperlakukan perempuan macam itu! Walaupun menelanjangi si laki-laki juga salah. Saya heran, apa mereka nggak kepikiran ya, bagaimana kalo yang ditelanjangi itu adik atau saudara perempuan mereka?


Persekusi macam itu sebenarnya sering dilakukan oleh masyarakat. Hukum model macam itu terjadi lantaran masyarakat merasa negara tidak hadir untuk beberapa hal. Masyarakat juga merasa kalau aparat tidak bisa menegakkan hukum dengan baik, tentu versi masyarakat. Lantas, masyarakat bertindak atas dasar apa yang mereka yakin saja.



Tentu kalian ingat kasus maling sendal perempuan di Jawa Tengah tahun lalu. Saat itu ia juga ditelanjangi kemudian diarak oleh warga. Fotonya juga tersebar luas, termasuk media sosial. Malamnya, si perempuan umur 14 tahun itu coba bunuh diri lantaran trauma atas apa yang dialaminya.


Hukuman sosial macam itu sudah ada sejak lama. Bahkan sejak masa abad pertengahan. Di Jepang, Eropa, di mana saja public shaming dengan menelanjangi pelaku sama perlakuannya.


Tahun 1965, Gerwani juga mengalami hal serupa. Anggota Gerwani yang tertangkap oleh massa, ditelanjangi, dengan alasan mencari cap palu arit di tubuhnya. Belum lagi perkosaan, atau penyerangan-penyerangan bagian tubuh mereka yang lain. Serangan-serangan brutal terhadap tubuh perempuan menandakan betapa berkuasanya laki-laki.



Tahun 2012, di Langsa, Aceh, ada seorang remaja perempuan yang bunuh diri lantaran malu dan trauma karena dituduh pelacur. Kejadian tersebut bermula dari penangkapan remaja malang itu oleh polisi syariat pada malam hari. Sebuah media bahkan menulis judul dengan kejam, menyebut perempuan tadi sebagai pelacur. Padahal, dalam catatan terakhir sebelum bunuh diri, remaja tersebut menulis bahwa dia tidak pernah menjual dirinya kepada laki-laki. Dia mengaku hanya kepingin bergadang dengan kawan-kawannya sambil menonton kibot.


Hukum tidak berpihak terhadap perempuan. Alih-alih melindungi perempuan, hukum yang melarang perempuan keluar malam sendirian sungguh tidak adil. Begitu pula dengan hukum yang mengatur pakaian perempuan.


***


Terlepas dari apa yang dilakukan, hukuman macam itu seharusnya tidak usah dilakukan lagi. Hukuman diarak telanjang itu bisa menimbulkan trauma yang berat bagi korban. Apalagi kalau terbukti tidak bersalah macam pasangan di Cikupa kemarin. Kalau korban sudah bunuh diri, kalian bisa apa? Memangnya bisa kalian bangkitkan pakai Dragon Ball!



Perempuan sering yang paling sial saat dikenai hukuman sosial. Ditelanjangi, diarak, tubuhnya (seringnya daerah kemaluan) juga ikut disentuh. Di era media sosial yang langka empati dan barbar macam orang-orang Saiyan ini, perempuan yang paling malu di postingan penggrebekan pasangan tertuduh mesum. Perempuanlah yang paling sering disebut. Mulai dari perek, pelacur, pecun, dan lain sebagainya.


Laki-laki? Laki-laki tidak sesial itu. Demi antena Raja Piccolo, beruntunglah kalian lahir sebagai laki-laki!


Terakhir, untuk kalian para polisi moral, saya punya pertanyaan kuis. Bukan, bukan kuis teka-teki tutup botol fanta, tenang saja. Ini serius.


“Tahukah kalian apa yang paling heroik ketimbang menggrebek pasangan yang kalian sebut berzinah?”


Jawabannya:


MENGGREBEK SUAMI YANG SERING MENGGEBUK ISTRI DAN ANAKNYA.


Seumur hidup, saya belum pernah dengar atau tahu kalau ada penggrebekan terhadap suami yang suka kekerasan di rumah tangga. Tidak ada. Saya bisa jamin, kalau kalian melakukan itu, kalian lebih heroik dan bermoral ketimbang Goku yang menyelamatkan bumi dari ancaman Raja Piccolo. Apalah Goku itu, dia cuma maniak kekuatan saja.


Tapi, saya curiga, jangan-jangan kalian yang mendaku polisi moral juga doyan gebuk istri dan anak kalian.


 


Catatan tambahan:


Ikut menyebarkan video arak-arakan tersebut pun sama brengseknya (sama brengseknya dengan menyebarkan video porno dan mempermalukan perempuan di dalamnya). Walaupun dikasih caption yang simpati sama pasangan itu, tetap saja, sudah membuat trauma perempuan dan laki-laki yang dihakimi tadi itu. Beberapa kawan mahasiswa yang mengaku aktivis pun ikut menyebarkan. Mereka kira itu lucu. Cih…






 


MahasiswaBicaraID


The post Menggrebek Suami yang Suka KDRT Itu Lebih Heroik Dari Goku appeared first on Mahasiswariau.com.

0 Response to "Menggrebek Suami yang Suka KDRT Itu Lebih Heroik Dari Goku"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel